Minggu, 23 November 2014

Dongeng kegigihan

Dongeng: Tula dan Sebutir Benih Kehidupan

Pada suatu hari di sebuah pulau kecil yang terletak tepat di bawah garis edar matahari, sekawanan semut merah sedang berusaha mencari tempat perlindungan dari sengatan matahari yang  siap membakar mereka. Akan tetapi ada seekor semut yang berbeda  dari semut-semut yang lainnya.  Namanya Tula, dia tidak berusaha mencari tempat perlindungan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang dibawanya sejak tadi. Sebuah buntalan besar. Buntalan tersebut berisi sebutir benih dari pohon kehidupan. Begitulah kakeknya menyebut benih tersebut.  Dahulu ketika kakeknya masih hidup, kakeknyalah yang bertugas melindungi benih pohon kehidupan  tersebut. Akan tetapi setelah kakeknya meninggal, dialah yang bertugas melindunginya.
Menurut cerita sang kakek, sebenarnya pada zaman dahulu benih pohon kehidupan sangatlah banyak jumlahnya. Mereka tersebar di mana-mana. Hampir di setiap tempat mereka ada. Jenisnya pun banyak sekali, para semut bahkan tak ingat berapa jenisnya karena sangat banyak.  Akan tetapi, seiring berjalannya waktu alam pun semakin rusak, dan benih yang dibawanya mungkin adalah benih terakhir. Itulah mengapa ia harus menjaganya dengan segenap kemampuannya.  Tula pun teringat kembali permintaan kakeknya. “Dulunya tanah kita adalah Syurga, Nak, sebelum keserakahan mereka para manusia yang ditunjuk Tuhan sebagai pemimpin merusaknya.  Air sungai mengalir sepanjang tahun. Musim selalu berganti tepat waktu membawa kehidupan baru. Buah-buahan nan ranum pun tersedia sepanjang tahun. Mereka menyebut tanah kita tanah seribu musim, Ada juga yang menyebutnya tanah syurga. Dan itu memang benar adanya, tanah kita adalah syurga. Akan tetapi itu semua hanya tinggal nama, tanah kita telah rusak. Bencana ada di mana-mana, musim-musim berganti namun tak membawa kehidupan baru melainkan bencana sepanjang tahun. Sekarang tanah kita telah rusak, dan kita hanya dapat menunggunya pulih kembali. Menunggunya memulihkan dirinya sendiri. Nak bersabarlah hingga hujan tiba. Hujan adalah nama yang digunakan untuk menyebut jutaan tetes air yang tumpah dari langit, Nak. Nah, pada saat itulah kau harus menguburkan benih ini dengan baik di dalam tanah yang basah. Kemudian tunggulah sampai beberapa hari, maka kau akan melihat pohon kehidupan terlahir dari tanah. “
Kakek sering menceritakan banyak hal tentang alam yang seumur hidupnya Tula tak pernah tahu ataupun lihat. Mengingat itu semua selalu membuat Tula menjadi bersemangat kembali setiap kali rasa putus asa muncul di benaknya. “Tula, ayuk! Kita harus bergegas jika tak ingin mati beku!” Seruan Popo kepada Tula yang masih termenung menatap buntalan yang dibawanya. Tula pun bergegas mengikuti Popo berlindung di dalam sarang sementara yang ditemukan oleh koloninya untuk berlindung dari malam yang dingin. Tula dan koloninya hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain, untuk mencari makan.  Meskipun tak ada jaminan bahwa mereka akan menemukan makanan di tempat barunya. Namun jika tidak mereka semua tidak melakukan hal tersebut, besar kemungkinannya bahwa bangsa mereka akan mati kelaparan.
benih 1
Hari demi hari berlalu, sinar matahari terasa semakin menyengat dari hari ke hari. Anggota koloni Tula satu per satu meninggal karena haus dan lapar. Tula dan anggota koloni yang masih tersisa pun sudah hampir sekarat karena haus dan lapar. Ketika mereka hampir menyerah atas hidup mereka, langit berubah menjadi hitam, dan jutaan tetes air berjatuhan dari langit. Semut-semut lain berteriak histeris karena ketakutan sedangkan Tula berteriak histeris karena gembira. Anggota koloni yang lain tidak tahu kalau itulah yang disebut hujan, karena seumur hidup mereka, mereka tak pernah melihat hujan. Itulah kali pertama mereka melihat hujan. Begitu juga dengan Tula, namun ia tahu itu adalah hujan dari cerita kakeknya.
Keesokan harinya, hujan telah reda dan aroma tanah basah pun tercium. Tula ditemani Popo dan beberapa temannya menunaikan tugasnya. Ia menggali tanah yang basah dan mengubur benih kehidupan di dalamnya. Beberapa hari kemudian, muncullah  pucuk pohon kehidupan yang masih bertudung selaput bijinya dari permukaan tanah. Tula dan seluruh koloninya bersorak menyambutnya. “Kata kakekku, inilah yang disebut warna hijau, warna daun pohon kehidupan,” tutur Tula kepada teman-temannya yang mengerumuni pohon kehidupan yang baru saja terlahir dari tanah. Bagi Tula dan koloninya, itulah kali pertama mereka melihat warna hijau, karena telah lama sekali alam kehilangan warna. benih 2
Beberapa tahun kemudian, pohon kehidupan telah tumbuh menjadi sebatang pohon besar yang menjadi tempat perlindungan dan sumber makanan bagi Tula dan koloninya. Tidak hanya itu saja, pohon kehiduplan bahkan juga menjadi tempat perlindungan bagi hewan-hewan lainnya. Dari pohon kehidupan, tumbuh bunga-bunga yang bermekaran dan buah-buahan ranum. Pohon kehidupan kini menyajikan berbagai benih-benih kehidupan dan pengharapan bagi binatang-binatang yang ada di sekitarnya. Tanah yang dulunya coklat gersang kini berubah menjadi hijau yang menyejukkan. Tula dan koloninya berdoa kepada Tuhan agar para manusia yang ditunjuk Tuhan sebagai pemimpin di bumi tidak lagi merusak alam yang baru saja pulih dari kerusakan.

benih 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar